BUNDA KITA

Membayangkan St. Anna dan St. Yoakhim, orangtua St. Maria, kita akan masuk dalam rentang tahun yang penuh misteri dua ribuan tahun yang lalu. Bagaimana sepasang pasutri dapat membentuk suatu pribadi yang amat Tangguh seperti Maria. Panggilan Maria lebih sering sebagai Bunda semua orang. Betapa agungnya kalau seorang perempuan mampu menjadi ibu. Seperti Hawa yang sesudah penciptaannya juga dipanggil sebagai ibu dari semua bangsa manusia. Ke-bunda-an ini bukan sembarang kemampuan yang dimiliki semua orang. Banyak orang berstatus ibu, tetapi tidak semua mampu menjadi bijaksana, menjadi contoh, dan dewasa bersama statusnya.

Santa Maria mempunyai banyak nama yang berasal dari kekaguman kita sebagai orang beriman, diantaranya “benteng gading”, “benteng daud”, “tabut perjanjian”, “cermin keadilan”, “tahta kebijaksanaan”, “rumah kencana”, “bintang timur”, “pintu surga”, “bintang samudera”, “mawar yang gaib”, dan “Bunda”. Dari sekian banyak gelar-gelar itu, yang paling terkenal adalah “Bunda”. Maria disebut Bunda oleh semua orang beriman karena imannya. Ia mempunyai karakteristik kebundaan yang jelas, utuh, sempurna, dan disertai kualitas yang memadai sebagai bunda bagi Anaknya dan putera-puterinya seperti kita ini.

Kebundaan Maria mencengangkan semua orang, bahkan orang-orang yang cerdik pandai sekalipun. Ini terlihat dalam “kidung Maria”, bacalah Injil Lukas, Luk.1:46-55 dan kita akan melihat betapa pentingnya membangun kerendahan hati, menjadi hamba, dan berteguh iman dalam kesulitan hidup. Kebijaksanaan ini dimiliki Maria secara sederhana dan bisa dimiliki oleh manusia manapun juga.

Keluarga Katolik yang terkasih, menjadi pribadi yang dewasa berarti berani merombak seluruh idealitas diri yang kurang cocok dengan hidup panggilan kita yang mengarah kepada Tuhan. Tidak semua hal harus terjadi menurut keinginan kita, betapapun berkuasanya kita. Seorang Ibu,misalnya, yang amat ingin menuntaskan pendidikannya boleh juga memikirkan kembali untuk menjadikan perannya sebagai ibu sebagai prioritas utama. Atau seorang ayah “kekinian” yang masih ingin bersama teman-temannya di akhir minggu, bisa merevisi kebutuhannya dan mulai memikirkan anak-anak yang membutuhkan perhatiannya.

Apa yang dimiliki Maria bukanlah apa yang diinginkannya, tetapi ia menjalankan dengan hati yang tak terpecah. Kedewasaan Maria tertantang ketika dihadapkan dengan banyak hal yang tak diharapkan tetapi sangat penting bagi orang lain, terutama Puteranya dan keluarganya. Ia menjadi Bunda yang penuh dan utuh bersama hatinya yang tak pernah menegok ke belakang. Hari-harinya menjadi bahagia dan Tangguh karena ia tak berpaling dan terus maju menjadi ibu, menjadi orangtua yang “nrimo” dengan seluruh keberadaannya, tubuhnya, jiwanya, dan imannya.

Keluarga-keluarga yang terkasih, kita juga mempunyai panggilan kita masing-masing. Panggilan itu menuntut kemauan, keikhlasan, penerimaan dengan jiwa raga bahwa panggilanku sekarang harus berubah dan bertumbuh bersama waktu. Kita tak pernah bisa maju kalau selalu hidup di masa lalu. Kita tak akan memberi apa-apa kalau semua yang kita kerjakan setengah hati dan sangat dipengaruhi oleh kepentingan diri sendiri.

Panggilan jika dikerjakan dengan senang hati bukan hanya akan memberikan sukacita kepada orang lain, melainkan juga akan menjadi energi baru buat kita yang menjalani hidup. Bunda Maria merasakan sukacita, karena hatinya tidak “menuduhnya” melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berkenan di hati Allah. Ia bersukacita karena merasa yakin bahwa Allah di pihaknya, dan itu sungguh terjadi! Semenderita apapun, Maria tetap pada jalan yang ditunjukkan Allah. Hatinya telah tetap untuk selalu mengikuti Allah dalam suka dan duka.

Bayangkan jika sebaliknya yang dilakukannya, misalnya bermain-main dengan peran dan setia sebentar lalu pergi meninggalkan tanggung jawabnya, apa yang akan terjadi? Apa yang menjadi kebanggaan kita mempunyai Bunda seperti itu? Tapi kita bisa melakukannya tanpa merasa bersalah: membolos dari ekaristi, membiarkan anak dengan asisten rumah tangga, banyak pertemuan dengan teman-teman lama, atau kebanyakan pelayanan yang menyita waktu dan mengabaikan waktu keluarga. Kita bisa melakukannya tanpa merasa bahwa ada sesuatu yang tertinggal di rumah.

Syukurlah, Bunda Maria dalam keabadian memberi kita teladan sempurna dan tak tergoyahkan. Ia selalu menjadi inspirasi kita, bersama St. Yosef yang juga sama setianya, menekuni panggilan sebagai orangtua bagi anak-anak yang dititipkan Allah kepada kita. Menjadi orangtua, menjadi Ibu dan Ayah itu itu adalah ibadah buat kita. Itu adalah doa yang mewujud dan diimpikan oleh setiap anak yang dilahirkan di dunia ini. Adalah berkat jika mempunyai orangtua yang bertumbuh imannya dan dewasa.

Kesulitan semakin banyak. Kerumitan karena gadget, pergaulan kurang sehat, pelajaran sekolah yang makin berat bebanya, kesibukan dan banyak hal lain lagi bisa menjadi tantangan bagi setiap anak dan orangtuanya untuk berjuang melawan zaman yang serba tidak menentu. Saya percaya, kita bersama dapat mewujudkannya, asal kita punya kemauan dan ketekunan menjalani hidup berkeluarga.

Mari kita jadikan Bulan Maria ini sebagai bulan untuk mengulangi janji kita di hadapan Allah, menjadi orangtua yang memberkati; menjadi orangtua yang berbahagia karena dipilih untuk melayani anak-anak dan pasangan membentuk sebuah keluarga yang penuh syukur. Saya berdoa untuk Anda semua, agar keluarga kita semua diberkati-Nya dengan damai sejahtera. Amin

Rm. Alexander Erwin MSF

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here