Surat Keluarga Juli 2018
Memori dibangun dari interaksi di dalam keluarga secara sangat sederhana namun berkekuatan luar biasa. Pasangan yang rutin menerima pelukan, ciuman, atau sekedar gandengan tangan, merasa dicintai lebih dari mereka yang berlimpah harta. Sebab makanan dan pakaian setiap manusia hanyalah apa yang mampu ditelan dan dipakainya, tetapi memori akan sentuhan dan kedekatan fisik akan disimpan sebagai deposito kekuatan rohani yang jauh lebih abadi dan meyakinkan.
Saya melihat begitu sederhananya kekuatan yang dikumpulkan keluarga. Betapa sangat murahnya! Tuhan tidak membuat harta berlimpah itu menjadi mahal. Tanpa bayar seluruh anggota keluarga mendapat kelimpahan itu. Sesuatu yang berasal dari Tuhan selain berlimpah, juga gratis. Air Susu Ibu (ASI), perhatian orangtua, tawa anak-anak, pelukan ayah dan ibu, masakan yang dibuat ibu, guncangan mesra tangan ayah pada anak-anak, rasanya itu menjadi tangan Allah yang sedang memanjakan kita.
Tetapi kerancuan fokus kita bisa membuat kita jadi sangat jauh dari kekayaan sejati itu. Kita bisa “salah fokus”dan bahkan mencari sesuatu yang sama sekali tak membawa kebahagiaan sejati dari keluarga kita. Ayah mencari kepuasan dengan kerja dan persahabatan tak sehat, ibu jadi sangat aktif di bidang sosial yang tak kunjung berhenti. Anak-anak lebih suka dengan gadget dan teman-teman sekolahnya saja. Semua jadi salah fokus dan akhirnya tak bahagia.
Keluarga-keluarga terkasih, sangat sulit mengurai masalah yang sudah lama berlangsung. Satu-persatu diurai dan diperbaiki dan luka sudah menetap. Tuhan lah yang dapat membantu. Akhirnya hidup doa dan spiritualitas lah yang dapat meredakan semua itu dan mengembalikan fokus keluarga.
2 Timotius 1:7 mengatakan, “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.“ Mari kita renungkan bersama makna ayat ini untuk keluarga kita masing-masing. Ada begitu banyak kekuatan yang dapat kita peroleh dari Allah. Bahkan kekuatan untuk melanjutkan hidup berkeluarga kita yang kadang tidak mudah dijalani.
Dekat dengan Allah itu keuntungan. Kita tidak mempunyai kekuatan untuk menjalani hidup tidak hanya dengan pikiran dan akal, tetapi dengan iman, yang hidup, yang mampu mengatasi kesulitan dengan kekuatan dan kreativitas tanpa batas. Allah memberi inspirasi, “insight” (yang baru dan belum pernah terpikirkan) agar kita dapat menghadapi dunia dengan berani dan tidak merasa takut.
Iman membuat kita tidak salah fokus dan mengerti makna terdalam dari semua yang terjadi dalam keluarga kita. Ketika iman menjadi perbuatan (Yak.2:22, “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.”) maka kita bukan hanya membuat Allah menjadi berdaya, menjadi tampak, dan menjadi berkuasa, tetapi juga memberi kesaksian pada dunia bahwa Ia sungguh ada dan turut serta dalam pergumulan kita. Salah fokus terjadi pada orang-orang yang hidupnya tidak diatur oleh hukum kasih (hukum Allah).
Dekat dengan Allah dalam iman yang sehat membuat kita disiplin menjalankan hidup yang satu-satunya ini. Disiplin menjalankan peran sebagai suami, isteri, ayah, ibu, anak, mertua, menantu, pemipin jemaat, dan sebagai anak-anak Allah yang diterangi firman. Disiplin tidak menjauhkan kita dari kegembiraan, melainkan menyempurnakan kegembiraan itu dengan kesadaran bahwa dunia ini memerlukan Allah dan peraturan-Nya. Peraturan Allah bukan beban, tetapi justru membawa kelegaan, meskipun tidak selalu ringan.
Ketangguhan, ketulusan, cinta, kejujuran, penguasaan diri, kebijaksanaan, pelayanan, kesetiaan, ketekunan, bertanggung jawab, adalah beberapa yang akan lebih mudah dijalankan jika iman kepada Allah dihidupkan dan dijadikan pegangan hidup yang Kuat di rumah. Saya terus berharap agar banyak keluarga tidak kehilangan semangat untuk mencintai Allah dan mencintai keluarganya. Jangan mudah menyerah, berilah waktu Tuhan, agar banyak orang diselamatkan. Dunia kadang mengerikan, tetapi Allah tetap berkuasa atas semua ini. Dia akan menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya. Amin.
Salam Keluarga Kudus,
Rm. Alexander Erwin MSF
Komisi Kerasulan Keluarga
Keuskupan Agung Jakarta